Siang itu nggak peduli panas cubit-cubitin kulit, mahasiswa pada ngumpul kayak lagi nonton konser music. Tapi kayaknya lain dech! Coz nggak ada panggungnya, tapi pada nyanyi lengkap dengan teriak-teriak. Tempat itu mendadak menjadi lautan bermacam kepala dengan bermacam isi dan pemikiran, tempat pembuangan sampah emosi yang mengotori otak. Ribuan mahasiswa tumpah untuk berorasi, mulutnya koar-koar nggak jelas.
“Murid kencing berdiri, guru mesum berlari!!!” seru seorang mahasiswa. Dia mikir, mau ngomong apalagi yawh? Semua kata-kata dari yang paling suci nyampe yang kotor gila udah dikeluarin dari mulutnya. Kalo aja masih ada perbendaharaan umpatan yang lebih jorok masih ada, mau dia teriakin sekenceng-kencengnya sampe yang denger muntah. “Tikus mesum harus diadili!!!” sekarang emosinya lebih meluap-luap.
“Biyono! Keluar!”
“Keluarin Biyono!” Mahasiswa-mahasiswa teriak-teriak saling bersahut-sahutan. Gurat wajahnya menceritakan kemarahan yang nggak bisa dibendung lagi/
Biyono yang ketakutan Cuma bisa diem di dalam gedung rektorat. Pikirannya menerawang membayangkan saat dia bakalan digebukin dan diinjek-injek mahasiswa kayak maling ayam. Keringat di wajahnya berkumpul ngebentuk titik yang menyiratkan rasa takut yang dalam.
“Bagaimana ini Pak? Mereka terus mamaksa masuk!” Tanya seorang pembantu Biyono dengan wajah H2C.
Biyono cuma diem aja, pandangannya tertuju pada satu titik yang nggak jelas. Dia terus memikirkan nasib buruk yang akan menimpa dirinya. Rasa takut yang menganak sungai berujung di samudra kematian, mati ditangan anak didiknya sendiri
“Pak!!!” pembantunya sedikit membentaknya, membuat Biyono terjaga untuk kembali ke alam nyata
“Apa?!” katanya dengan tergagap sembari ngelap keringet yang membasahi mukanya dengan sapu tangan warna pink.
“Bagaimana ini? Mereka maksa masuk!”
“Apa?!” Biyono tambah kaget lagi. Jantungnya semakin berdebar merasakan rasa takut yang belum pernah dia rasakan sebelumnya, pikirannya semakin kacau, semrawut, nggak bisa mikir jernih lagi. “Gimana ini Dakir?” Biyono malah balik nanya kayak orang songong.
“Terserah Bapak!” nadanya sedikit nyelekit, kesannya acuh dan nggak peduli lagi sama Biyono.
Sontak Biyono naik pitam.“Dakir! Dari dulu kamu memang tolol!” Biyono mengumpat, tangannya memukul meja dan matanya melotot ke arah Dakir.
“Yang tolol itu Bapak!” Dakir membalasnya, matanya melirik sinis, coz dia kesal selalu disalahin.Dakir mulai muak pada Biyono,
“Dakir! Kamu mulai….”
“Iya Pak!” Dakir langsung memotong, “Saya mulai berani melawan Bapak! Dalam situasi kayak gini siapa sehh yang mau sejalan sama Bapak?! Saya nggak mau mati dengan tidak terhormat bersama orang yang sudah tidak terhormat pula.” Dakir mulai membelot dari Biyono, dia mulai berpikir bagaimana menyelamatkan diri dari amukan mahasiswa. “Kalau saya keluar dari sini, maka saya akan selamat, toh tak ada bukti saya berkonspirasi dengan Bapak.” Pikirnya dia akan selamat mengikuti jalan pikirannya sendiri
“Aku nggak sebodoh itu Dakir! Semua pembicaraan kita telah terekam!” kata Biyono setengah ketawa, dia merasa menang,dia ngerasa nemuin kolam renang di padang pasir, kunci agar Dakir nggak mangkir. Biyono tengah berharap Dakir akan kembali mencium kakinya.
“Aku juga nggak sebodoh itu Pak!” kata Dakir menirukan gaya bicara Biyono. “Ini kan….” Dia memperlihatkan benda berbentuk kotak kecil warna hitam yang besarnya tak lebih dari jempol kaki yang ada ditangannya. Biyono masih tak paham dengan maksud Dakir. “Ini memori ha-pe Bapak!”
“Bangsat!” Biyono berteriak dan menendang kursi yang ada di depannya. Ingin sekali dia menjadikan Dakir sebagai sandsack. Ingin rasanya dia meremas Dakir dan menjadikannya abon
“Selamat tinggal Pak! Dari dulu saya tidak setuju dengan apa yang dilakukan Bapak! Semua yang diberikan Bapak waktu itu sudah saya kembalikan di laci meja kerja Bapak.” Dakir pun berlalu menyapu muka Biyono.
“Kembali kau Dakir!!!” Tapi dakir ngeloyor gitu aja. Perlahan suara sepatu Dakir mulai hilang dari telinga Biyono. Biyono yang semakin pusing mencoba membuka laci mejanya,dilihatnya semua yang pernah dia berikan pada Dakir. Lalu dia menutup kembali dengan keras sambil mengumpat, “Anjing!”
“Anjing! Biyono keluar!” teriak seorang cowok dengan lantang dan berapi-api di luar gedung tempat Biyono berada. Speakerphone di tangannya membuat suaranya terdengar semakin jelas hingga terdengar oleh Biyono.
“Vino! Lo nyadar nggak seeh! Kita ini kalangan terdidik, dari tadi lo cuma ngeluarin kata-kata jorok dari mulut lo. Mulut lo dah bau, so nggak usah ditambah-tambahin baunya sama omongan lo!!” kata seorang cewek nyelekit setengah berteriak coz takut suaranya kalah sama suara lain yang super berisik. Dia udah jengkel ngeliat Vino yang mulai nggak punya aturan
“Ouwh… lo belain….”
“Enggak! Lo punya otak nggak seeh, omongan lo udah bener-bener di luar otak! Lo pikir dengan teriak-teriak kayak gitu bakal bikin masalahnya slese?!” sahut cewek itu nada bicaranya semakin meninggi.
“Jadi lo belain orang yang udah korupsi dan mo perkosa anak orang di kampus kita?!”
“Susah ya ngomong ama lo! Gue kan cuma bilangin elo kalo omongan lo bisa bikin yang lain tambah emosi!”
Tapi Vino nggak peduli dengan yang dikatain Sherly, dia tetep aja teriak-teriak kaya orang gila yang justru bikin suasana tambah panas. Semua mahasiswa mulai terpancing emosi. Di tempat parkir mobil mulai terlihat aksi anarkis mahasiswa, mobil rektor kampus dihancurin terus dibakar kayak kambing guling yang tak lain adalah mobil Biyono, ledakannya malah makin membuat semangat brutal mahasiswa bangkit.
“Vino! Lo dengerin gue nggak seeh?! Omongan lo tu mancing emosi temen-temen tau nggak seeh?!”
Vino tetep aja nggak peduli. Sampe sekelompok polisi menghampirinya. Vino dijambak terus diseret, speakerphone di tangannya pun terjatuh.
Sherly yang panik, dia narik-narik tangan salah seorang polisi.
“Pak! Saya mohon jangan bawa temen saya Pak!” kata Sherly penuh harap. Tapi polisi itu cuek bebek ngacuhin Sherly yang cantik bin imut gitu aja. Ywdh Sherly cuma bisa liatin Vino dibawa ke mobil patroli polisi, lalu mobil itu pergi. Kalau saja Vino dengerin kata-kata Sherly pasti semua nggak terjadi. Dilihatnya sebelum mobil itu pergi Vino sempet ngedapetin pukulan kasih sayang di wajahnya dari polisi yang emosi. Waduh, wajah cutenya bisa rusak tuch! Sherly sempet ngilu sendiri liat Vino dipukul polisi.
Dari pada enggak ngelakuin apa-apa, Sherly ngambil speakerphone yang dijatuhin Vino.
“Temen-temen! Mohon dengerin gue….” Terdengar suara lembutnya Sherly dari speakerphone. Spontan semua mata tertuju padanya (kayak iklan sabun mandi aja!Walah…^_^). “Tindakan anarkis nggak akan nyelesein masalah apa-apa, malah kampus kita jadi rusak dan kita yang rugi juga. Mendingan kita nggak pake acara rusak-rusakan segala! OK?!” serunya manja.
“Setuju! Setuju!” seru mereka kompak. “Setuju…!” mereka saling bersahutan. Suasana pun mendingin berkat Sherly. Siapa seeh yang nggak kenal Sherly di kampus itu, dia tu aktivis, sering bawain acara seminar di kampus, pinter lagi. Itulah yang bikin cowok-cowok yang lagi ngamuk jadi sedikit cooling-down.
Pagar betis polisi mulai melonggar. Amarah mahasiswa pun mulai padam. Hingga akhirnya gerombolan polisi datang menjemput Biyono sebagai tersangka. Nggak tau juga dia tersangka kasus apaan, terlalu banyak kejahatan yang dia lakuin. Beberapa menganggap terlalu baik mengatakan Biyono sebagai penjahat. Biyono yang di seret keluar dari ruangannya dijaga ekstra ketat oleh polisi, malah penjagaannya lebih ketat dari celananya The Changcuters. Biyono udah nggak tahu lagi mau nyembunyiin mukanya di mana. Walaupun ditutupinya mukanya, semua orang udah tahu lukisan wajah yang menempel di kepalanya. Kalaupun dia disuruh milih, dia milih dilahirkan tanpa wajah untuk sekarang ini. Dari pada dia harus memikul malu yang sudah tak mampu diangkatnya lagi
“Biyono setan!!!” seru salah seorang mahasiswa.
“Hukum mati saja!”
“Potong aja kelaminnya Pak!” seru yang lain
Seruan-seruan itu cuma ditanggapi dengan muka tertunduk oleh Biyono. Mulut mahasiswa pun tak bisa berhenti berkoar meludahi dengan cacian. Sepasang kaki penopang badan Biyono dipaksa mengikuti langkah tegap polisi hingga masuk ke mobil polisi. Para mahasiswa pun membubarkan diri tanpa penghormatan sepeninggal Biyono di tangkap di kampus itu.
Sementara Vino yang juga ditangkap, sekarang ada di kantor polisi. “Pak! Salah saya apa Pak?!” Tanya Vino memelas karena jadi bulan-bulanan Polisi, habis di suruh push-up, terus di suruk jalan jongkok muterin lapangan, abis itu disuruh pijitin salah seorang polisi. Gila badannya keras banget kayak kulit badak, bau keringetnya lagi.
“Salah kamu apa huh?! Kamu mau tahu salah kamu apa? Salah kamu itu, kamu nggak pernah tahu kesalahan kamu!” kata polisi itu setengah membentak.
“Makanya saya tanya Bapak!” kata Vino sebel.
“Plak!” selembar tangan menyapu wajah Vino tanpa sepatah huruf pun keluar dari mulut Polisi yang di seragamnya ada tulisan Wahyudi (kaya patung polisi di pinggir jalan aja!)
“Pak! Jangan pukulin saya terus dong Pak….” Ujarnya memelas. Tiba-tiba dia membuka dompet karena memorinya mengingatkan sesuatu. Lalu dia berkata, “Saya nggak napa-napa di pukulin terus, tapi entar kalo ada yang nggak terima dengan keadaan saya, saya nggak bakalan nanggung lo Pak!” lalu dia memasukkan kembali dompetnya ke saku belakang celananya.
“Berani ngancam ya…emang bisa apa kamu?” kata polisi itu datar
“Bukan saya Pak, tapi ayah saya. Bapak nggak tahu saya anak siapa?” tanyanya sejenak terdiam. Polisi itu tak menghiraukan. “Ayah saya Kapolres Bambang Sudibyo.” Katanya datar tapi tersembul sebuah kemantapan.
Polisi yang lagi makan pisang itu tersentak, dia langsung nelen pisang yang baru digiggitnya bulet-bulet. Vino cuma geli ngeliatnya.
Spontan dia berkata,“Jadi kamu anaknya?!” Dia jadi sedikit gugup mendengar nama yang baru di sebutin Vino. Nama yang dipandang jauh lebih tinggi kehormatannya darinya.
“Iya Pak.” Sahut Vino mantap tanpa ragu. Kemantapan gaya bicaranya meyakinkan polisi itu bahwa Vino benar-benar putra seorang Kapolres yang sangat di kenalnya. Kapolres yang sering diberinya gerakan tanda hormat.
“Aduh…kenapa nggak bilang dari tadi!” keluh polisi itu menyesali tindakannya. “Saya kan nggak perlu bertindak kayak tadi.” Tukasnya.
Vino berpikir, Apakah berlaku baik harus memandang siapa, anak siapa, cucu siapa, atau jabatan yang dipandang segala-galanya? Apa kayak gini realita yang ada sekarang?” Pikiran kritisnya terus mengkritisi sesuatu yang kritis yang ada dalam masyarakat.
“Dek… maafin saya ya…” kata polisi itu sok imut banget.
“Boleh…asal Bapak lepasin saya sekarang.” Sahut Vino
“Kalo gitu adek boleh pergi sekarang…”
Terang aja Vino yang di lepasin loncat-loncat kegirangan dan nggak mau berlama-lama di tempat itu. Baru berjalan beberapa meter meninggalkan tempat itu, ha-pe Vino bunyi lalu diangkatnya telepon dari Sherly.
“Alow…Vin nggak napa-napa kan? Tenang aja bentar lagi bokap gue dateng suruh ngelepasin elo…” cerocos Sherly cemas
“Iye…gue nggak nape-nape kok, tenang aja gue udah di lepasin kok karena bokap lo.”
“Hah…koq bisa?” sahut Sherly heran.”Bokap gue kan masih sama gue!” Sherly heran dengan apa yang terjadi, dia masih nggak percaya kalo Vino bisa lepas.
“Yang penting gue udah lepas!” telepon diputus oleh Vino
“Halo Vino…koq diputus seeh, sebel dech!” rengek Sherly
Enggak lama kemudian ha-pe Vino bunyi lagi, sekarang gantian sms, terus dia langsung baca sms yang udah nongkrong di ha-penya
Vino…gw tw klo telp. lg lo ga mo angkat, takut gw tny mulu kan?! makaNa gw sms!he…Ntar jam 7 gw k kost lo y…^_^Chery^_^
Vino cuma mendengus abis baca sms dari Sherly. Vino sempet mikir ngapain lagi si Sherly mau dateng, paling mau ngomongin sesuatu yang nggak jelas kayak biasanya, mana badannya lagi sakit semua lagi.Luka di mukanya gara-gara dipukulin polisi mulai terasa sakit.
Sepasang kaki lelahnya terus membawanya pulang ke kost. Sekarang sudah jam empat sore, matahari baru miring dikit ke barat.Sampai di kost dia langsung berbaring tiduran buat ngilangin capek, badannya terasa ngilu-ngilu. Dia merasa obat dari semua itu adalah tidur. Nggak lama setelah membenamkan kepala di bantal, dia langsung di serbu oleh mimpi.
“Vino…bangun! Vino…” suara lembut itu terengar sayup di telinga Vino, matanya mulai terbuka. “Maaf ya…ganggu tidurnya, abis gue tau dari pagi lo belom makan kan?! makan ya, nich gue bawain makanan!” kata Sherly sambil nunjukin makanan yang di bungkus plastik warna hitam.
Tapi nyawa Vino masih belum sepenuhnya kembali ke alam nyata, kata-kata Sherly sama sekali tak terolah di otaknya. Sampai dia telah benar-benar terjaga
“Eh…elo Cher, sekarang jam berapa?” tanyanya setelah terjaga.
Spontan Sherly menatap jam tangan warna pink yang nempel di pergelangan tangannya. “Sekarang jam delapan.”
Vino sedikit kaget dengan waktu yang berjalan begitu cepat tanpa bisa di kompromi. Padahal gue kan baru aja merem, batinnya.
“Elo seeh tidurnya pules banget….” kata Sherly setelah menangkap wajah heran Vino. Lalu Sherly nyingkirin bekas kompres yang baru digunakan buat ngompres lebam di wajah Vino.
Vino cuma bisa liatin tindak-tanduk Sherly coz dia masih ngerasa lemes, pengennya seeh bisa tidur sampe pagi. “Lo udah lama Cher?”
Sherly cuma jawab dengan senyum. Gila! senyumnya manis banget, nggak kurang dech kalo dijadiin bintang iklan lipstick.
“Lo baik banget seeh?! gue kira lo cuma bisa marah-marah kayak nenek sihir…”
Sebel juga seeh Sherly denger yang barusan dikatain Vino tapi dia berusaha nggak marah, lagi-lagi dia cuma narik kedua ujung bibirnya
“Kenapa lo nggak dijadiin cewek gue dari dulu aja yach?!”
Sherly tersentak, matanya mendelik lebar. “Ngomong apa lo?!” katanya. Padahal dia udah denger dengan jelas. Sherly malah jadi salting di depan Vino.
“Nggak! bercanda….” Vino cuma jawab sekenanya.
Suasana jadi sedikit kaku, sepi. Lalu mereka saling pandang, mata pun saling bertemu, lalu buang muka lagi. Saling pandang lagi, trus buang muka lagi. Vino juga jadi salting di depan Sherly.
“Kok diem sehh?!” Vino nyeletuk, dari pada suasana tambah kaku.
“Ya elo juga diem seeh, lo tu mulai berani nakal yawh…?!” Bekas pukulan polisi tadi dicubit Sherly gemas. Sontak Vino njerit kesakitan. “Aduh…sorry! sakit ya? maaf ya gue lupa!” kata Sherly tergagap. Dia bener-bener lupa kalo Vino masih sakit.
“Sorra,sorry! sakit tau!” kata Vino jengkel
“Ya maap…mendingan lo makan aja neeh!” Sherly membuka bungkusan makanan dalam plastik hitam.”Ntar lo bisa sakit lagi!” Disuapkan sesendok nasi ke arah mulut Vino, belom sampe suapan sebelomnya di telen masuk keronkongan, udah dijejali suapan berikutnya
Gila neeh cewek kasar banget seeh! Batin Vino

 
 Postingan
Postingan
 
 

